LEBIH dari sekadar proyek akting,
Solata
karya sutradara Ichwan Persada menjadi titik balik personal bagi
Rendy Kjaernett
. Aktor tersebut menyebut bahwa memerankan karakter Angkasa bukan hanya pekerjaan, tetapi sebuah bentuk terapi.
Rendy Kjaernett mengakui memiliki keterikatan emosional dengan karakter Angkasa sejak pertama kali membaca naskahnya. “Aku bilang ke Mas Ichwan, ceritanya sangat bagus. Aku benar-benar ingin bermain sebagai Angkasa. Bahkan jika tidak dibayar pun tidak apa-apa, karena ini adalah karakter manusia, bukan”
superhero
. Aku bisa jadi Rendy di situ,” katanya kepada
Tempo
pada Rabu, 15 Oktober 2025.
Menurutnya,
Solata
menggambarkan perjalanan seorang manusia yang gagal, jatuh, dan kemudian menemukan kembali dirinya melalui kesempatan kedua. “Langit adalah bagian dari semua orang yang menonton. Tuhan itu adil, Dia akan mengembalikan hal-hal yang hilang dengan cara yang berbeda, cara yang membuat kita menjadi lebih baik,” katanya.
Peluang Kedua
Bagi sutradara
Ichwan Persada
, keputusan memilih Rendy Kjaernett bukan tanpa risiko. Ia mengakui sempat menghadapi pertanyaan dan penolakan dari banyak pihak terkait masa lalu aktor tersebut. Namun, ia tetap teguh pada keyakinannya. “Aku bilang ke orang-orang, semua orang berhak atas kesempatan kedua. Kita membuat film ini dengan pemahaman itu. Semua orang punya masa lalu, cuma tidak semua terlihat,” kata Ichwan.

Sutradara Ichwan Persada (kiri), aktris Rachel Natasya, dan aktor Rendy Kjaernett saat mempromosikan film Solata di kantor Tempo, Jakarta, 15 Oktober 2025. Film yang akan tayang mulai 6 November 2025 ini mengangkat tema pendidikan, persahabatan, dan budaya Toraja. Tempo/Ratih Purnama
Ia menambahkan, keputusannya lebih banyak didasarkan pada intuisi dan integritas Rendy di lokasi syuting. “Banyak yang menentang, tapi aku cek ke kru dan tim, tidak ada yang mengatakan Rendy negatif. Semua bilang dia enak diajak kerja,”
sikap-
Itu bagus. Jadi ya sudah, kami berjalan. Karena jika dia bisa melewati masa lalunya, berarti dia memang pantas berada di titik ini,” katanya.
Proses Syuting yang Menyembuhkan
Bagi Rendy, pengalaman syuting di Tana Toraja terasa sangat personal. Ia menyebut momen-momen di sana sebagai fase penyembuhan dirinya sendiri. “Saat duduk bersama Mas Ichwan di Olon, kalimat yang keluar hanyalah ‘terima kasih ya mas, terapinya.”
Saya butuh ini
“Kami tidak melihat film ini sebagai pekerjaan. Rasanya seperti menjadi Rendy lagi, tapi versi yang lebih baik,” katanya.
Rendy juga menceritakan betapa tulusnya anak-anak lokal yang menjadi lawan mainnya di lokasi syuting. “Tidak ada satu pun yang bertanya tentang masa laluku. Mereka hanya melihat aku dan Rachel (lawan mainnya) sebagai kakak yang bekerja bersama. Mereka bermain dengan alami banget, dan itu yang membuatku belajar banyak,” katanya.
Ichwan pun mengamini hal itu. “Di Toraja tidak ada satu pun orang yang menyebut masalah itu. Semua fokus bekerja, semua tulus,” katanya.

Film Solata dibintangi Rendy Kjaernett tayang di bioskop mulai 6 November 2025. Dok. Walma Pictures dan Indonesia Sinema Persada
Momen Paling Berkesan: Upacara Bendera di Sekolah
Salah satu pengalaman yang paling membekas bagi Rendy adalah ketika ia dan kru menyaksikan upacara bendera di sekolah setempat. “Semua anak-anak serius banget saat upacara. Mereka benar-benar serius, bukan karena takut nilai jelek atau guru marah. Aku sampai terharu banget melihat bendera dikibarkan. Itu momen berharga,” katanya.
Ichwan Persada menegaskan bahwa
Solata
dibuat bukan untuk mengejar tren, tetapi untuk meninggalkan makna. “
Solata
“itu mungkin tidak mahal produksinya, tapi mahal ceritanya dan orang-orang di dalamnya,” katanya.
Sementara bagi Rendy, film ini bukan hanya karya, tapi juga perjalanan spiritual dan emosional. “Aku berharap orang menonton
Solata
“bukan hanya melihat keindahan Toraja, tapi bisa melihat inti ceritanya, tentang bagaimana Tuhan bisa mengambil sesuatu dari hidup kita, tapi diganti dengan hal yang lebih bernilai,” katanya.
Solata
Siap tayang di bioskop mulai Kamis, 6 November 2025. Disutradarai sekaligus diproduseri oleh Ichwan Persada, film ini menceritakan perjalanan Angkasa (diperankan oleh Rendy Kjaernett), seorang pria dari Jakarta yang memilih menjadi relawan guru di pedalaman Tana Toraja setelah melewati masa hidup yang penuh kegagalan dan kehilangan arah.
